Rabu, 27 Juni 2012

Latar Belakang Pendirian HMI


Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) didirikan Lafran Pane pada tahun 1947dengan dasar keprihatinan atas kondisi umat Islam yang terpecah ke berbagai alirankeagamaan dan politik, serta terjebak dalam kebodohan dan kemiskinan. Saat itu,umat Islam di Indonesia terbagi dalam tiga golongan, yaitu golongan alim ulamayang menjalankan agama sesuai ajaran Nabi, golongan alim ulama yangterpengaruh mistik serta golongan yang berusaha menyesuaikan ajaran Islamdengan kehidupan nyata bangsa Indonesia. Golongan ketiga merupakan kelompokterkecil karena menurut Pane, saat itu agama Islam belum dipelajari secaramendalam. Selain itu, pendidikan dan mahasiswa juga dipengaruhi unsur dan sistempendidikan Barat yang mengarah pada sekularisme.
1
 Untuk menuntaskan permasalahan itu, perlu ada suatu organisasi yangmewadahi mahasiswa (Islam) sebagai insan akademik bernafaskan Islam untukmenciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Penegasan HMI sebagai gerakanintelektual tertuang dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga HMI yangbertujuan, menjadikan kadernya (mahasiswa Islam) sebagai insan akademis danpengabdi yang mendorong cita-cita untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yangadil dan makmur dalam ridho Allah SWT.
2
Pertentangan pada awal pendirian HMIyang menganggap Lafran Pane memecah belah mahasiswa ditanggapi Panedengan mendatangkan penceramah untuk menyadarkan mahasiswa akan perlunyagagasan meningkatkan kesadaran ideologi, politik dan organisasi kepada mahasiswaIslam. Gerakan intelektual yang dilakukan HMI berfungsi merumuskan strategi-strategi yang diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan
Ideologi
Misi keislaman dan kebangsaan HMI, pada masa orde lama sejatinya ialahideologi yang menyerang kolonialisme (penjajah) dan memusuhi komunisme.
Ideologi ini kemudian berubah bentuk ketika direproduksi secara intelektual melaluiisu-isu; keislaman, keindonesiaan, kemodernan dan sekularisasi yang menjadi temaaktual di era pembangunan. Kemunculan cendekiawan muslim bercorak moderat di
1
Sitompul (1982) dalam M Rusli Karim. 1997.
HMI MPO Dalam Kemelut Modernisasi Politik di Indonesia.
Bandung : Mizan, Cetakan Pertama.
2
Surya Makmur Nasution. 2006.
HMI sebagai Gerakan Intelektual.
Diakses dari www.hmikomtpub.or.id, tanggal 23 Desember 2008.
3
Budi Gunawan S. 2007.
HMI dan Kevakuman Ideologi.
Diakses dariwww.hmi-kab-bdg.web.id,tanggal 10 November 2008.

masa itu lebih didorong pada upaya mendamaikan hubungan negara dengan agama(Islam) dalam rangka mempertahankan stabilitas ekonomi-politik orde baru.Walaupun HMI bernafaskan Islam, ia tidak berniat mendirikan negara Islam.Sejak awal pendiriannya pun HMI tidak menolak Pancasila, bahkan HMI bertekadmewujudkan nilai-nilai Pancasila di dalam kegiatannya. Hal ini disebabkan HMImemiliki komitmen kebangsaan yang tinggi serta Islam dan Pancasila tidak pernahdipertentangkan karena belum adanya larangan untuk menggunakan Islam sebagaidasar organisasi. Trikomitmennya yang terkenal, ”keislaman, keindonesiaan,kemahasiswaan” membuat HMI tidak terjebak pada fanatisme agama secara sempitnamun juga menanamkan nilai nasionalisme pada tiap kadernya. Pada awalpendiriannya, HMI juga merupakan satu-satunya organisasi mahasiswa yangindependen saat itu, yang melakukan perannya sebagai organisasi kader danperjuangan.
4
Sejarah Perpecahan HMI
Fragmentasi di dalam gerakan mahasiswa bukanlah hal yang mengejutkankarena gerakan mahasiswa memang bukan gerakan yang kohesif dan solid.
Gerakan mahasiswa tidak berdiri di atas pondasi yang homogen sehingga rentandengan kemungkinan terfragmentasi di antara mereka. Perbedaan cara pandangdan motivasi dapat membuat gerakan mahasiswa terseret arus konflik yang padaakhirnya akan menurunkan kekuatan mereka dalam menghadapi negara. Padatahun 1970-an terdapat perbedaan pendapat di antara kalangan HMI dalammenempatkan Islam dan negara. Sebagian kalangan menempatkan Islam dikedudukan yang paling tinggi, sehingga undang-undang negara harus disesuaikandengan ajaran agama Islam. Pihak lain menganggap Islam adalah bagian darinegara karena negara lebih superior.
a. Penyebab perpecahan
Pemerintahan Soeharto pada era Orba sangat mengutamakan politikkeseragaman dan pemusatan kekuasaan. Oleh karena itu, semua kekuatan sosialdan politik dipaksa untuk mengubah dasarnya dengan Pancasila. Jika menolak,
4
My Kadekoh. 2008.
 Analisis Historis Gerakan New HMI 
. Diakses dari www.korkomhmiuii.multiply.com, tanggal 21 Desember 2008.
5
Munafrizal Manan. 2005.
Gerakan Rakyat Melawan Elite.
Yogyakarta : Resist Book, CetakanPertama, hal 183.
 
dapat berakibat dibubarkan. Tahun 1985, pemerintah mengeluarkan kebijakan UUOrmas yang mewajibkan semua ormas memakai asas tunggal Pancasila.HMI pun terkena dampaknya. Kongres XVI di Kota Padang tahun 1986menjadi saksi pengaruh negara yang berlebihan untuk memaksakan asas tunggal.MPO (majelis penyelamat organisasi) HMI menolak menurut mereka Islam adalahsatu-satunya ideologi yang mereka anut dan dengan menurut pemerintah, berartigerakan mahasiswa sudah melupakan karakteristik mendasar, yaitu oposan dantidak pro status-quo. HMI akhirnya pecah menjadi dua, HMI ”Pancasila” menjadi HMIyang ”resmi” diakui negara (tahun 1999 HMI-DIPO mengubah asas Pancasilamenjadi Islam) dan HMI Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) yang tetapkukuh berasas Islam.
b. Perbedaan HMI-MPO dan HMI-DIPO
HMI-DIPO menilai MPO adalah pemberontak yang menyempal dari HMI,sehingga keberadaannya tidak sah. Sedangkan MPO menilai DIPO adalahsekelompok pengkhianat karena tunduk terhadap
status quo
. DIPO dinilai jauh darigerakan mahasiswa yang oposan dan menentang
status quo.
HMI DIPO dinilai lebihmoderat karena mau menggunakan taktik menerima asas tunggal, sedangkan MPOdinilai lebih fundamental dan tidak mau menyerah pada pemerintah yg tiran. PilihanHMI-MPO untuk “berhadap-hadapan” dengan rezim Orba, mau tidak maumenempatkannya pada posisi pinggiran (peripheral) sebagai organisasi
underground 
. Kendati demikian, hal tersebut lalu membentuk karakteristik gerakanHMI-MPO yang cukup khas.Ada tiga kawasan strategis yang menjadi tipologi besar gerakan HMI-MPO:Pertama, gerakan moral-politik yang terkonsentrasi di Jakarta. Kedua, gerakanberbasis moralitas Islam-politik yang menonjolkan nilai-nilai usuliyah, tersentralisasidi Makassar dan sekitarnya. Ketiga, gerakan intelektualisme yang berkembang dikawasan Yogyakarta. Sedangkan HMI DIPO membagi ‘spesialisasi’ gerakan tiapkadernya menjadi 3, yaitu politisi, intelektual dan dakwah.
6
Pada awal keberadaannya, HMI-MPO tidak hanya sekedar menjadikan Islamsebagai azasnya, tapi juga implementasi nilai-nilai ke-Islam-an yang sangat kentalpada kader-kader HMI pada awalnya. Sehingga gerakan HMI-MPO cenderung
6
Akral Ghiffary. 2007.
HMI, Umat Islam dan The End Of History? 
Diakses dari www.hmiushuluddien.multiply.com, tanggal 11 November 2008. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar