Rabu, 27 Juni 2012

SEJARAH PERJUANGAN HMI

 

A.  Pengantar Ilmu Sejarah.       1.  Pengertian Ilmu Sejarah.
Dari sekian banyak arti dan definisi sejarah, secara umum dapat di artikan sejarah adalah “ Pelajaran dan pengetahuan masa lampau umat manusia mengenai apa yang dikerjakan, dikatakan, dipikirkan oleh manusia masa lampau untuk menjadi cerminan, dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran  bagi masa kini dan masa dan mendatang untuk mengukuhkan hati manusia “.
2.    Manfaat dan Kegunaan Mempelajari Sejarah.
Adapun manfaat dan kegunaan mempelajari sejarah salah satunya adalah “ Untuk meninjau dan meneliti secara sistematis dengan penuh kritis masa lalu, agar dapat dijadikan cerminan dan pedoman masa kini dan seterusnya agar dapat ditetapkan arah perjuangan masa depan “.

B.   Misi Kelahiran Islam.

       1.    Masyarakat Arab Pra Islam.
Kondisi masyarakat arab  sebelum Islam masuk sangat rusak sekali (Jahiliyah) contohnya :
-          Peradaban yang jahiliyah ( Kabilah kaum Ad yang menyembah binatang, kayu, batu dan manusia).
-          Orang kaya banyak yang mempunyai gundik ratusan orang wanita kesenangan.
-          Banyak anak laki-laki yang mengawini isteri mendiang ayahnya.
-          Banyak wanita apabila disukai maka dikawini dan apabila sudah bosan ditinggalkan.
-          Banyak orang yang senang mabuk-mabukan.
-          Banyak anak bayi wanita yang dikubur hidup-hidup.
-          Dan lain sebagainya.
2.    Periode Kenabian Muhammad SAW.
a.    Fase Mekkah.
 Pada fase kenabian Muhammad SAW di Mekkah selama 13 tahun, banyak peristiwa dan kejadian yang  dialami nabi beserta pengikutnya diantaranya adalah :
-          Islam meletakkan dasar-dasar kepercayaan murni (keyakinan kepada Allah).
-          Menghargai kaum wanita.
-          Melarang masyarakat arab untuk tidak menyembah berhala, berjudi, mabuk-mabukan dan lain sebagainya.
b.   Fase Madinah.
Pada fase kenabian Muhammad SAW di Madinah selama 10 tahun, banyak peristiwa dan kejadian yang dialami nabi beserta pengikutnya diantaranya adalah :
-          Mempersatukan kaum Muhajirin dan Anshor.
-          Membangun masjid Nabawi.
-          Perluasan penyebaran agama Islam.
-          Dan lain sebagainya.
  
C.   Islam di Indonesia.1.    Proses Masuk dan Penyebaran Islam di Indonesia.


Teori pertama diusung oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia dari wilayah anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat, Bengani, dan Malabar disebut sebagai asal masuknya Islam di Indonesia. Dalam L’arabie Et les Indes Neerlandaises, Snouck mengatakan teori tersebut didasarkan pada pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai arab yang ada dalam Islam pada masa-masa awal, yakni pada abad ke-12 atau 13. Snouck juga mengatakan teorinya didukung dengan hubungan yang sudah terjalin lama antara wilayah nusantara dengan daratan India.
Teori kedua adalah teori Persia. Tanah persia disebut-sebut sebagai tempat awal Islam datang di Nusantara. Teori ini berdasarkan kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Misalnya saja tentang peringatan 10 Muharram yang dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan Husein Cucu Rasulullah. Teori ini menyakini Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13 dan wilayah pertama yang dimasuki adalah Samudra Pasai.
Kedua teori diatas mendapat kritikan yang cukup signifikan dari teori ketiga yakni teori Arabia. Dalam teori ini disebutkan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia datang langsung dari Mekah atau Madinah. Waktu kedatangannya bukan pada abad ke-12 atau ke-13 melainkan pada awal abad ke-7. menurut teori ini Islam masuk ke Indonesia pada awal abad hijriyah. Bahkan pada masa Khulafaur Rasyidin memerintah, Islam sudah mulai ekspedisinya ke nusantara. Ketika sahabat Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib memegang kendali sebagai Amirul Mukminin..
Dari proses penyebaran Islam ke Indonesia, menurut literatur-literatur yang ada, disepakati penyebaran Islam ke Indonesia melalui jalur perkawinan, perdagangan, kebudayaaan.
2.    Perkembangan Islam di Indonesia.
Perkembangan Islam di Indonesia mengalami kemajuan yang pesat, ini dapat dibuktikan dengan tersebar berbagai kerajaan Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Banten, Dll. Disamping itu juga dapat terlihat dengan penyebaran agama Islam oleh para wali-wali dan para ulama-ulama seperti wali songo.
Dan disamping itu juga terlihat dengan banyaknya berdiri organisasi-organisasi Islam seperti :
-          Serikat Dagang Islam tahun 1905 oleh H. Saman Hudi..
-          Muhammadiyah tahun 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan.
-          Nahdatul Ulama (NU) tahun 1926 oleh KH. Hasyim Asy’ari.

Latar Belakang Berdirinya HMI.

           a.       Kondisi Islam Di Dunia.



Islam mulai berangsur-angsur mengalami kemunduran dengan jatuhnya Dinasti Bani Abasiyah yang memiliki peradaban yang maju yang berpusat di Bagdad tahun 1250 oleh tentara monggol tartar dan dengan dibakar habisnya buku-buku yang berisikan segala macam ilmu pengetahuan pada jaman itu..
Disamping itu banyak negara-negara Islam yang dijajah oleh penjajah barat seperti :
-          Malaka oleh Inggris pada tahun 1811.
-          Indonesia oleh Belanda pada tahun 1605.
-          Maroko oleh Perancis pada tahun 1912.
-          Dll.

        b.   Kondisi Islam Di Indonesia.

Secara empiris menunjukkan, bahwa orang-orang Islam belum mengetahui, memahami, menghayati, dan melaksanakan ajaran agama Islam secara benar dan utuh seperti yang dituntunkan. Masyarakat Islam Indonesia terpola kepada 4 golongan.
Pertama, adalah golongan awam, sebagai golongan terbesar, yang melakukan agama Islam sebagai kewajiban yang diadatkan, seperti pada upacara kawin, upacara kematian, dan selamatan. Golongan ini tidak memiliki pengetahuan yang utuh dan benar terhadap agama Islam. Golongan ini tidak memiliki pengetahuan agama Islam berdasarkan syariat dan berkaitan dengan muamalah.
Kedua, golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya, yang mengenal dan mempraktekkan agama Islam sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW seperti tersebut dalam hadits-hadits dan riwayat. Golongan ini tidak hanya mencontohkan Nabi Muhammad sebagai Rasul, tetapi juga sifat dan kebiasaannya yang tidak lepas dari masyarakat Arab, yang berlainan dengan masyarakat Indonesia. Sesudah masuknya pengaruh kebudayaan Arab, kehidupan para alim ulama menjadi terturtup, sehingga perubahan yang disebabkan adanya interaksi dengan kebudayaan lain terbatas sekali. Mereka kebal terhadap perubahan, seperti orang yang hidup beberapa abad yang lalu. Islam diamalkan seperti yang dilakukan di negeri Arab 13 abad yang lalu, tanpa memperhatikan faktor tempat dan waktu.
Ketiga, para alim ulama yang terpengaruh oleh mistik dan beranggapan bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Kepentingan hidup didunia diabaikan, apabila memperhatikan pengaruh perubahan yang terjadi dalam masyarakat Indonesia dan dunia sekarang ini. Pendirian mereka, bahwa kemiskinan maupun penderitaan merupakan salah satu jalan untuk bersatu dengan tuhan.
Keempat, golongan kecil yang memcoba menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman sesuai dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam dapat diamalkan dalam masyarakat Indonesia sekarang.

            c.    Kondisi Perguruan Tinggi dan Mahasiswa Islam


Bulan Oktober 1946 berdiri Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY), sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa di Yogyakarta waktu itu yang anggotanya meliputi mahasiswa BPT Gadjah Mada, STT, STI. Di Solo tahun 1946 berdiri Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI). Kedua organisasi itu berhaluan komunis. Tidak satupun diantara organisasi mahasiswa itu yang berorientasi Islam.
Sebelum HMI berdiri tahun 1947, ada dua faktor yang sangat dominan telah menguasai dan mewarnai Perguruan Tinggi dan dunia kemahasiwaan. Pertama, bahwa sistem pendidikan yang diterapkan di dunia pendidikan  umumnya dan perguruan tinggi khususnya  adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme dengan mendangkalkan agama dalam setiap aspek kehidupan. Sistem pendidikan  barat itu ditopang oleh kekuasaan pemerintah kolonial Belanda yang berorientasi kepada agama kristen. Kedua, adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Solo, yang keduanya berorientasi kepada komunis dalam kontelasi sosial budaya dan politik tersebut aspirasi Islam tidak kelihatan dalam kancah dunia perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan. Paham kristen dan komunis telah mengepung perguruan tinggi  dan dunia kemahasiswaan dari dua arah. Realitas sosial budaya dan politik tersebut telah (1) menyebabkan timbulnya krisis keseimbangan yang  sangat tajam dikalangan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan, yakni tidak adanya keselarasan, keseimbangan, keserasian antara akal dan kalbu, antara jasmani dan rohani, serta pemenuhan kebutuhan dunia dan akhirat, (2) dilihat dari strategi perjuangan hal itu sangat serius, masalah besar, mendasar, dan fundamental, dan sekaligus merupakan ancaman akan keberadaan Islam dan umat Islam dimasa depan. Realitas sosial budaya dan politik ini secara prinsip sangat bertentangan dengan Islam.
d.   Saat Berdirinya HMI

Lafran Pane, seorang mahasiswa STI yang baru duduk di tingkat I, mengadakan pembicaraan dengan teman-teman mengenai gagasan pembentukan organisasi mahasiswa Islam. Lafran Pane lantas mengundang para mahasiswa Islam yang ada di Yogyakarta baik yang ada di STI, Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, Sekolah Tinggi Teknik (STT), guna menghadiri rapat, membicarakan maksud tersebut. Rapat dihadiri lebih kurang 30 orang mahasiswa, di antaranya terdapat anggota PMY  dan GPII. Rapat-rapat yang sudah berulang kali dilaksanakan, belum membawa hasil, karena ditentang oleh PMY. Dengan mengadakan rapat tanpa undangan, secara mendadak, mempergunakan jam kuliah tafsir  Bapak Husin Yahya almarhum ( mantan Dekan Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ), diselenggarakanlah pertemuan untuk mendeklarasikan berdirinya HMI.          
Ketika itu hari Rabu Tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan tanggal 5 Febuari 1947, di salah satu ruangan kuliah STI di jalan Setiodiningratan 30 (sekarang Jl. Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya ketika memimpin rapat antara lain mengatakan : Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Sikap ini diambil, karena kebutuhan terhadap organisasi ini sudah sangat mendesak. Yang mau memerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan.
Pada hari itu rapat dapat berjalan, dan semua hadirin menyatakan sepakat dan berketetapan hati mengambil keputusan :

Pertama :   Hari Rabu Pon 1878, tanggal 14 Rabiul Awal 1366 bertepatan 5 Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam, disingkat HMI.
Kedua    :      Mengesahkan Anggaran Dasar HMI. Adapun Anggaran Rumah Tangga dibuat kemudian.
Ketiga   :        Membentuk pengurus HMI :
Ketua                : Lafran Pane (Prof. Drs. Alm)
Wakil Ketua       : Asmin Nasution (Drs)
Penulis I           : Anton Timur Jailani (Prof. H. MA)
Penulis II          : Karnoto Zarkasyi (Kapten AD-BA)
Bendahara I       : Dahlan Husein
Bendahara II      : Maisaroh Hilal
Anggota            : Suwali
                        : Yusdi Ghozali (SH)
                        : Mansyur
Ketika mendirikan HMI 5 Febuari 1947, Lafran Pane genap berusia 25 Tahun.  Ide Lafran Pane mendirikan HMI dilakukan bersama 14 orang temannya yaitu Kartono Zarkasi, Dahlan Husain, Maisaroh Hilal, Suwali, Yusdi Ghozali, Mansyur, Siti Zainab, M. Anwar, Hasan Basri, Zukkarnaen, Thayeb Razak, Toha Mashudi, Bidron Hadi,
Batu ujian pertama yang dihadapi setelah berdirinya HMI, timbulnya berbagai reaksi yang tidak setuju terhadap kelahiran HMI, tantangan bersifat ideologis datang dari PMY yang berhaluan komunis. Sementara itu, karena kurang memahami latar belakang berdirinya HMI, reaksi dari umat Islam muncul, diwakili oleh Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) dan Pelajar Islam Indonesia (PII), yang berdiri di Yogyakarta 4 Mei 1947, yang mengatakan bahwa kehadiran HMI membuat umat Islam dan Mahasiswa Islam terpecah belah.
Menjawab semua tantantan itu, pengurus HMI menerima dengan jiwa besar dan tabah. Mereka merasa tidak berkecil hati, malah memberi semangat dan dorongan, mempertahankan eksistensi HMI. Ceramah-ceramah dengan tema aktual dilaksanakan.
Pada forum Kongres mahasiswa seluruh Indonesia yang berlangsung di Malang tanggal 8 Maret 1947, HMI mengutus Lafran Pane dan Asmin Nasution, HMI dapat memenuhi syarat, dengan mengajukan daftar anggota 50 orang. Beberapa bulan setelah kongres tersebut berdirilah cabang-cabang HMI di Klaten, Solo dan Malang. Melihat menanjaknya pertumbuhan dan perkembangaan HMI, maka suara-suara sinis dan sumbang kepada HMI berangsur hilang.
PMY yang bersemangat untuk mempropagandakan bahwa HMI agar segera dibubarkan, malah sebaliknya PMY kehilangan pamor, dan akhirnya bubar tanpa suatu upacara pada tahun 1950, sedang sebagian umat Islam yang belum bisa menerima kehadiran HMI, akhirnya dikonperensi Besar I Pelajar Islam Indonesia (PII) di Ponorogo tanggal 4-6 November 1947, berkat keterangan dan penjelasan Lafran Pane wakil ketua PB HMI pada waktu itu yang hadir tanpa diundang, menjelaskan mengenai latar belakang berdirinya HMI dan tujuannya, akhirnya peserta Konferensi tersebut dapat memahami dan memerima kehadiran HMI.
e.    Komitmen Ke-Islaman dan Kebangsaan sebagai Dasar Perjuangan HMI
Dasar motivasi yang paling dalam bagi HMI adalah ajaran Islam. Karena Islam adalah ajaran fitrah, maka pada dasarnya tujuan dan mission Islam adalah juga merupakan tujuan dari pada kehidupan manusia yang fitri, yaitu yang tunduk kepada fitrah kemanusiaannya. Tujuan kehidupan manusia yang fitri adalah kehidupan yang menjamin adanya kesejahteraan jasmani dan rohani secara seimbang atau dengan kata lain kesejahteraan materiil dan kesejahteraan sprituil. Inilah yang menjadi tujuan dan perjuangan HMI. Hal ini terlihat dari rumusan pertama dari tujuan HMI terdiri dari dua tujuan, yaitu :
-          Pertama adalah mempertegak dan mengembangkan ajaran agama Islam.
-          Kedua  mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
Dinamika Sejarah Perjuangan HMI Dalam Sejarah Perjuangan HMI

1.   HMI Dalam Fase Perjuangan Fisik.
Seiring dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun ke gelanggang medan pertempuran melawan Belanda, membantu pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil atau bambu runcing, sebagai staf, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakan PKI Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/Wakil Ketua PB HMI Ahmad Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono, Wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu pemerintah menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Sejak itulah dendam kesumat PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci dan dengki itu, nampak sangat menonjol pada tahun 1964-1965, disaat-saat menjelang meletusnya Gestapu / PKI 1965.
Pada fase ini berlangsung peringatan Dies Natalis pertama HMI di Bangsal Kepatihan tanggal 6 Febuari 1948, Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) Jenderal Sudirman memberi sambutan pada peringatan tersebut atas nama Pemerintah RI. Jenderal Sudirman selain mengartikan HMI sebagai Himpunan Mahasiswa Islam, HMI juga diartikan sebagai (H)arapan (M)asyarakat (I)slam. Karena mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam, HMI juga diartikan (H)impunan (M)ahasiswa (I)slam (I)ndonesia.
Pada fase ini juga berlangsung Kongres muslimin Indonesia II di Yogyakarta tanggal 20 sampai 25 Desember 1949. Kongres itu dihadiri 185 organisasi, alim ulama, dan intelegensia seluruh Indonesia. Diantara tujuh sari keputusannya dibidang organisasi salah satu di antaranya adalah memutuskan bahwa : hanya satu organisasi mahasiswa islam (HMI), yang bercabang di tiap-tiap kota yang ada sekolah tinggi

2.   HMI Dalam Fase Pertumbuhan dan Konsolidasi Bangsa
Sejak tahun 1950 dilaksanakanlah usaha-usaha konsolidasi organisasi sebagai masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan dari Yogyakarta Ke Jakarta.
Diantara usaha-usaha yang dilaksanakan selama 13 tahun antara lain : (1) Pembentukan cabang-cabang baru. (2) Menerbitkan majalah Media sejak 1 Agustus 1954. Sebelumnya terbit Criterium, Cerdas, (3) 7 kali Kongres, (4) Pengesahan atribut HMI seperti lambang, bendera, muts, hymne HMI, (5) merumuskan tafsir Asas HMI, (6) pengesahan kepribadian HMI, (7) pembentukan Badko, (8) menetapkan metode training HMI, (9) pembentukan Lembaga-lembaga HMI.  Di bidang ektern (a) pendaya gunaan PPMI, (b) menghadapi pemilu I 1955, (c) penegasan independensi HMI, (d) mendesak pemerintah supaya mengeluarkan UU Perguruan Tinggi, (e) pelaksanaan pendidikan agama sejak dari SR sampai Perguruan Tinggi, (f) mengeluarkan konsep peranan agama dalam pembangunan, dan lain-lain.
Selain masalah internal, muncul pula persoalan ektern yang sangat menonjol. Justru karena keberhasilan HMI melaksanakan konsolidasi organisasi ada golongan yang iri dan tidak senang kepada HMI yaitu PKI.
Tidak dibubarkan dan dilarangnya PKI akibatnya pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, PKI otomatis mempunyai kesempatan untuk bangkit kembali. Sikap Bung Karno yang memberi peluang bagi PKI untuk berkembang di Indonesia menambah peluang bagi PKI untuk memperkuat diri dalam pertualangan politiknya. Kelanjutan dari perangkap politik itu, tanggal 21 Febuari 1957 Presiden Soekarno mengumumkan konsepsinya supaya kabinet berkaki empat dengan unsur PNI, Masyumi, NU, dan PKI (sebagai 4 besar pemenang pemilu tahun 1955). Berikutnya di Moskow tanggal 19 November 1957 dicetuskanlah manifes Moskow, yaitu satu program untuk mengkomuniskan Indonesia. Akibat itu semua, PKI tampil sebagai partai Pemerintah. Masyumi, akibat penentangannya terhadap kebijakan politik Presiden Soekarno, dengan Keputusan Presiden nomor : 200 tanggal 17 Agustus 1960 Masyumi dipaksa bubar. Partai-partai lain seperti PNI, NU, Parkindo, Partai Katolik, dan lain-lain tidak mau dan tidak berani mengambil resiko untuk melawan arus sehingga menambah suasana yang sangat menguntungkan PKI. Untuk menghadapi perkembangan politik, Kongres V HMI di Medan tanggal 24- 31 Desember 1957 mengeluarkan dua sikap antara lain : (1) Haram hukumnya menganut paham dan ajaran komunis karena bertentangan dengan Islam, (2) Menuntut Islam sebagai Dasar Negara.

3.    HMI Dalam Fase Transisi Orde Lama dan Orde Baru
Tanggal 1 Oktober 1965 merupakan tugu pemisah antara Orde Lama dengan Orde Baru. Dimulai dengan pemberontakan yang diakhiri dengan pembubaran PKI, HMI bangkit sebagai pelopor Orde Baru dan Angkatan 66 yang menginginkan terciptanya suatu tatanan baru yang melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara konsekuen. Kepeloporan HMI itu antara lain dengan surat keputusan PB HMI yang disampaikan oleh Eky Syahruddin dan Darmin. P Siregar dimarkas Kodam Jaya. Adapun 4 pernyataan sikap HMI yakni pertama, arsitek dan dalang Gestapu adalah PKI. Kedua, karena G 30 S/PKI bersifat politis, maka hendaknya dikerahkan kekuatan untuk menumpasnya yang dipimpin oleh partai NU, Ketiga, HMI mendesak agar PKI dibubarkan, keempat, HMI akan memberikan bantuan kepada pemerintah dan ABRI didalam menumpas PKI dan antek-anteknya. Surat pernyataan ini resmi bernomor : 2125/B/Sek/1965 tanggal 4 Oktober 1965 ditanda tangani oleh DR. Sulastomo dan Mar’ie Muhammad masing-masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum Pengurus Besar HMI pada masa itu. Dan atas inisiatif aktivis HMI kala itu Mar’ei Muhammad, memprakarsai mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1965 yang kemudian disahkan oleh menteri PTIP Prof. Dr. Syarif Thayeb dengan tugas pertama, mengamankan Pancasila. Kedua, memperkuat bantuan kepada ABRI dalam menumpas Gestapu/PKI sampai keakar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa rapat umum, dilaksanakan tanggal 3 Novembrer 1965, dihalaman Fakultas Kedokteran UI Salemba Jakarta dimana barisan HMI menunjukkan Superioritasnya dengan massa yang terbesar. Langkah ini sangat strategis untuk membekukan kekuatan PKI.

4.   HMI Dalam Fase Pembangunan dan Modernisasi Bangsa
Setelah tatanan orde baru mantap, pancasila dan UUD 1945 dilaksanakan secara murni dan konsekuen, maka sejak tanggal 1 April 1969 dimulailah pembangunan lima tahun (PELITA). Pembangunan Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, tetapi sebaliknya merupakan pekerjaan raksasa yang berkesinambungan sebagai usaha kemanusiaan yang tiada habisnya, kecuali dunia ini kiamat. Partisipasi segenap warga sangat dibutuhkan  tanpa terkecuali termasuk anggota HMI. Hal ini sesuai dengan tujuan HMI yang termuat dalam pasal 4 AD HMI yang berbunyi : “ Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT “.
Dengan rumusan tersebut maka, hakekatnya HMI bukan lah merupakan organisasi massa dalam pengertian fisik dan kuantitatif, sebaliknya HMI secara kualitatif merupakan lembaga pengabdi dan pengembangan ide, bakat dan potensi yang mendidik, memimpin, dan membimbing anggotanya. Oleh karena itu kualitas anggota HMI yang dirumuskan oleh pasal 4 AD HMI harus selalu bermuara pada kualitas insan cita HMI yakni :
-          Kualitas insan akademis
-          Kualitas insan pencipta
-          Kualitas insan pengabdi
-          Kualitas insan yang bernafaskan Islam
-          Kualitas insan yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
Insan cita HMI ini merupakan intelektual comodity atau kelompok intelegensi yang mampu memotivasi anggota HMI untuk berpartisipasi melaksanakan pembangunan yang dimulai tahun 1969 hingga sekarang meliputi pertama, partisipasi dalam bentuk suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakan pembangunan, kedua partisipasi dalam pemberian konsep  diberbagai aspek pemikiran, ketiga, partisipasi dalam bentuk pelaksanaan dalam pembangunan.
5.   HMI Dalam Fase Pasca Orde Baru
Apabila dicermati dengan seksama secara historis HMI sudah mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan beberapa pandangan yang berbeda serta kritik maupun evaluasi secara langsung terhadap pemerintahan Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada tahun 1995. HMI melakukan dan menyampaikan kritik secara langsung yang bersifat konstruktif. Koreksi dan kritik yang dimaksud, pertama disampaikan M. Yahya Zaini Ketua Umum PB HMI ketika memberikan sambutan pada waktu pembukaan Kongres ke- 20 HMI di Istana Negara Jakarta tanggal 21 Januari 1995. koreksi itu antara lain bahwa menurut penilaian HMI, pembangunan ekonomi kurang seimbang dengan pembangunan politik.
Suara reformasi berikutnya dengan fokus yang lebih tajam, lugas di hadapan Presiden Soeharto tatkala menghadiri dan memberikan sambutan pada peringatan Ulang Tahun Emas 50 th HMI di Jakarta tanggal 20 Maret 1997, dimana Taufik Hidayat Ketua Umum PB HMI 1995-1997 menegaskan, sekaligus sebagai jawaban atas kritik-kritik yang memandang HMI terlalu dekat dengan kekuasaan. Bagi HMI, kekuasaan atau politik bukanlah wilayah yang haram. Politik justru mulia, apabila dijalankan di atas etika dan bertujuan untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Lantaran itu, HMI akan mendukung kekuasaan pemerintah yang sungguh-sungguh dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Sebaliknya, HMI akan tampil ke depan menentang kekuasaan yang korup dan menyeleweng.
Pemikiran dan reformasi selanjutnya disampaikan Ketua Umum PB HMI Anas Urbaningrum pada waktu peringatan Dies Natalis HMI Ke-51 di Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Febuari 1998, dengan judul Urgensi Reformasi Bagi Pembangunan Bangsa yang Bermartabat. Pidato ini disampaikan 3 bulan sebelum lengsernya Presiden Soeharto. Suara dan tuntutan reformasi telah dikumandangkan pula dalam berbagai aspek, yang disampaikan Ketua Umum PB HMI anas Urbaningrum pada peringatan Dies Natalis Ke-52 HMI di Auditorium Sapta Pesona Departemen Pariwisata Seni dan Budaya Jakarta tanggal 5 Febuari 1999, dengan judul Dari HMI untuk Kebersamaan Bangsa Menuju Indonesia Baru. Tuntutan reformasi juga disampaikan Ketua Umum PB HMI M. Fahruddin  pada Peringatan Dies Natalis Ke-53 HMI Di Taman Ismail Marzuki Jakarta, 5 Februari 2000 dengan judul Merajut Kekuatan Oposisi Mengembangkan Demokrasi Membangun Peradaban Baru Indonesia.
Urutan pejabat Ketua Umum PB HMI dari mulai berdirinya sampai saat ini yaitu antara lain :
1.    Prof. Drs. Lafran Pane                                 Tahun 1947 dan 1948/1951)
2.    HMS. Mintareja                                            Periode 1948
3.    Letjen (Purn) Achmad Tirtosudiro                  Periode 1948    
4.    Lukman El Hakim                                         Periode 1951
5.    A. Dahlan Ranuwihardjo, SH                         Periode 1951-1953
6.    Dr. Deliar Noer                                             Periode 1953-1955
7.    Drs. Amir Radjab Batubara                            Periode 1955-1957
8.    Ismail Hasan Metareum, SH                          Periode 1957-1960
9.    Drs. Nursar                                                   Periode 1960-1963
10.  Drs. Oman Kamaruddin                                 Periode 1963-1966
11.  DR. Sulastomo                                             Periode 1963-1966
12.  Dr. Nurcholish Madjid                                   Periode 1966-1969/1969-1971
13.  Ir. Akbar Tanjung                                          Periode 1971-1974
14.  Drs. Ridwan Saidi                                         Periode 1974 – 1976
15.  Drs. Chumaidi Syarif. R                                 Periode 1976- 1978
16.  Abdullah Hehamahua                                    Periode 1978-1981
17.  Drs. A. Zacky Siradj                                      Periode 1981-1983
18.  Dr. Harry Azhar Aziz                                     Periode 1983-1986
19.  Ir. M. Saleh Khalid                                        Periode 1986-1988
20.  Ir. Herman Widyananda                                 Periode 1988-1990
22.  Drs. Ferry Mursidan Baldan                           Periode 1990-1992
23.  M. Yahya  Zaini, SH                                      Periode 1992-1995
24.  Drs. Taufiq Hidayat                                        Periode 1995-1997
25.  Anas Urbanigrum                                          Periode 1997-1999
26.  M. Fahruddin                                                Periode 1999-2002
27.  Kholis Malik                                                 Periode 2002-2003
28.  Hasanuddin                                                  Periode 2003-2005
29.  M. Fajar Zulkarnain                                        Periode 2006-2008
30. Arief Mustopha                                              Periode 2008-2010
31. Noer Fajrieansyah                                         Periode 2010-2012
 
DAFTAR PUSTAKA
1.       Agus Salim Sitompul, HMI Dalam Pandangan Seorang Pendeta, Jakarta. PT. Gunung Agung (1984).
2.       Agus Salim Sitompul, Menyatu Dengan Umat Menyatu Dengan Bangsa. Pemikiran Keislaman- Keindonesiaan HMI (1947-1097), Jakarta. Logos (2002).
3.       Agus Salim Sitompul, Historiografi Himpunan Mahasiswa Islam Tahun 1947-1993. Jakarta. Intermasa (1995)
4.       Agus Salim Sitompul, Pemikiran HMI dan Relevansinya Dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, Yogyakarta. Aditiya Media (1987)
5.       Sudarsono, HMI Pemikiran Dan Masa Depan, Yogyakarta. Ciis Press (1997)
6.       Viktor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam, Sejarah Dan Kedudukannya Ditengah Gerakan-gerakan Muslim Pembaharu Di Indonesia, Jakarta. Pustaka Sinar Harapan (1991)
7.       Sulastomo, Hari-hari Yang Panjang, PT. Gunung Agung (1988)
8.       Abdul Aziz Asy-Syanawi, Mengenal kehidupan Rasulullah SAW, Mitra Pustaka (2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar