Minggu, 08 Juli 2012

Bung Karno

SUARANYA yang menggelora memang tidak terdengar lagi. Tapi kehadirannya kembali terasa, hampir setengah abad setelah ia meninggal. Dialah proklamator bangsa, sang revolusioner dan sumber inspirasi bangsa Indonesia, yakni Bung Karno. “Jangan sekali-kali melupakan sejarah (jas merah)”, itulah penuturan Sang Revolusioner yang masih membekas di jiwa-jiwa para Sukarnois. Itu tak sekedar penuturan belaka, namun memiliki kandungan makna dan energy yang sangat luar biasa. Betapa tidak? ketika mendengar “jas merah” sebagian besar orang tentu mengingat kembali perjuangan Bung Karno dan konsep-konsep revolusinya. Mungkin anda yang membaca opini ini masih ingat. Beberapa hari yang lalu terkuak fakta baru bahwa ternyata, Bung Karno tidak lahir tanggal 6 Juni 1901, di Blitar, melainkan 1 Juni 1901, di Surabaya. Tepatnya di Gang Pandean IV Nomor 40, Peneleh, Surabaya. Ini merupakan angin segar atas pelurusan sejarah bangsa. Beranjak dari hal di atas, kalau kita cermati seputar bulan Juni dalam hari bersejarah Indonesia mulai dari dicetuskannya Pancasila oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan Hari Kelahirannya pada tanggal 1 Juni 1901 serta Hari Wafatnya pada tanggal 21 Juni 1970 adalah tiga hari sangat bersejarah yang patut diperingati oleh bangsa kita secara selayaknya. Tiga hari bersejarah ini membuat tiap bulan Juni sebagai “Bulan Bung Karno”, yang dapat digunakan oleh berbagai golongan rakyat untuk mengenang kembali keagungan satu-satunya pemimpin besar bangsa yang telah berjuang dengan konsekuen selama seluruh hidupnya demi kepentingan rakyat. Mengenang kembali Bung Karno berarti juga mengingat kembali berbagai ajaran-ajaran revolusionernya, yang sekarang ini terasa sekali urgensitasnya oleh banyak golongan sebagai pedoman atau sumber inspirasi untuk mengadakan perubahan-perubahan besar dari keadaan serba bejat akibat sistem pemerintahan Orde Baru dan politik pro-neoliberalisme yang dijalankan oleh pemerintahan-pemerintahan pasca-Suharto sampai sekarang. Sudah lama banyak orang melihat — serta merasakan sendiri — bahwa bangsa dan negara kita sedang menghadapi kevakuman pedoman besar dan pimpinan nasional yang kuat dan dicintai rakyat dan berwibawa seperti Bung Karno, sejak Suharto memerintah dengan Orde Barunya,bahkan SBY dewasa ini dianggap masih vacuum. Keagungan Ajaran-ajaran Revolusioner Bung Karno Kita semua ingat bahwa kalau Bung Karno telah berjasa dengan banyak sumbangan-sumbangan besarnya untuk negara dan bangsa yang berupa berbagai ajaran-ajaran revolusionernya, maka dari Suharto beserta para jenderalnya – atau tokoh-tokoh sipil pendukungnya — hampir tidak ada (kalau tidak mau disebut tidak ada) pedoman atau ajaran yang berharga yang bisa jadi panutan bangsa. Kalau kita perhatikan bersama, maka nyatalah bahwa selama Suharto bersama Orde Barunya berkuasa (bahkan juga sesudahnya) tidak ada dokuman atau karya yang mengandung pemikiran-pemikiran besar serta cemerlang yang sudah disajikan kepada bangsa, yang setingkat dengan kebesaran ajaran-ajaran Bung Karno, seperti, antara lain : Indonesia Menggugat, Lahirnya Pancasila, Manifesto Politik, Trisakti, Berdikari, pidato di Konferensi Bandung, Panca Azimat Revolusi, pidato di PBB dll. Dari pengamatan sesudah Bung Karno digulingkan secara khianat oleh Suharto beserta para jenderalnya, maka di Indonesia hanya terdapat sosok-sosok yang kerdil, atau tokoh-tokoh politik yang “Kerdil”, yang jauh sekali perbedaannya dengan kebesaran sosok atau keagungan ketokohan revolusioner Bung Karno. Sampai sekarang ! Sosok-sosok yang Kerdil Padahal, seperti yang kita saksikan bersama dewasa ini, negara dan bangsa kita sedang menghadapi banyak persoalan-persoalan besar, yang berupa kerusakan moral yang sudah parah sekali, dan kebejatan akhlak atau pembusukan mental yang disebabkan oleh korupsi, dan situasi ekonomi dan sosial yang buruk akibat sistem politik yang busuk oleh kalangan-kalangan atas yang bersikap dekaden, dan berkolaborasi dengan kekuatan neoliberalisme. Sebagian kecil dari kerusakan-kerusakan parah itu tercermin dalam kegaduhan sekitar peristiwa Bank Century, persoalan Bibit Chandra , kasus Gayus Tambunan, kasus pajak perusahaan-perusahaan Aburizal Bakri, hiruk-pikuk usul dana aspirasi Rp 15 miliar untuk tiap anggota DPR setahun, dan tersangkutnya para pembesar Polri, Kejaksaan, dan pengadilan dalam soal korupsi, kisruh PSSI, kasus Nazaruddin dan berbagai kejahatan dll . Di tengah kerusakan-kerusakan berat dan parah di bidang moral dan politik itu semualah, sebagian dari masyarakat kita memperingati Hari Wafatnya Bung Karno tanggal 21 Juni. Dan kita semua tahu bahwa segala yang rusak parah yang sedang terjadi dewasa ini, adalah hasil atau kelanjutan dari produk yang dibikin oleh sistem politik dan praktek-praktek rezim Orde Barunya Suharto beserta para jenderal pendukungnya. Dengan mengingat hal-hal itu semualah kita bisa menjadikan Hari Wafatnya Bung Karno sekarang ini sebagai kesempatan yang baik sekali untuk mengangkat kembali tinggi-tinggi sejarah perjuangannya serta ajaran-ajaran revolusionernya, Hari wafatnya Bung Karno bisa kita jadikan bagian dari “Bulan Bung Karno” selama bulan Juni tiap tahun yang mencakup juga tanggal lahirnya Pancasila sekaligus hari lahirnya Bung Karno (1 Juni). Dengan cara begini kita semua dapat bersama-sama mengisi setiap bulan Juni dengan berbagai kegiatan untuk memperingati tiga hari bersejarah yang berkaitan dengan Bung Karno. Oleh karena dalam sejarah sudah dibuktikan dengan gamblang sekali bahwa perjuangan Bung Karno adalah untuk kepentingan semua golongan bangsa Indonesia, maka seyogianya “Bulan Bung Karno” ini juga menjadi urusan semua golongan yang mendukung berbagai gagasannya yang revolusioner untuk menyatukan bangsa dan meneruskan revolusi yang belum selesai. Dengan mengisi “Bulan Bung Karno” dengan berbagai kegiatan — dan melalui berbagai macam cara dan bentuk – untuk mengangkat kembali ajaran-ajaran revolusioner dan gagasan-gagasan agung Bung Karno, maka kita semua bisa menjadikan “Bulan Bung Karno” sebagai bulan pendidikan politik, dan pendidikan moral, atau pemupukan semangat pengabdian kepada rakyat. Ajaran-ajaran Bung Karno Perlu Disebarluaskan Ada pertanyaan esensial yang muncul, adakah sebuah ajaran, konsep atau cara yang perlu dilakukan saat ini? Tentu ada, yaitu ajaran-ajaran Bung Karno perlu disebarluaskan. Mengapa? Karena sudah lebih dari 45 tahun ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno telah dilarang, atau disembunyikan, atau dibuang dengan berbagai cara oleh rezim Suharto (dan pemerintahan-pemerintahan penerusnya). Mmaka segala macam kegiatan untuk menyebarkannya kembali adalah penting sekali bagi kehidupan bangsa, termasuk bagi generasi muda dewasa ini dan anak cucu kita di kemudian hari. Sejarah bangsa sudah membuktikan bahwa ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno merupakan gagasan-gagasan politik yang paling bisa mempersatukan bangsa, dan merupakan pedoman moral revolusioner, serta sumber inspirasi perjuangan bagi rakyat yang mau berjuang, teutama bagi kaum buruh, tani, perempuan, kalangan muda, dan rakyat miskin pada umumnya. Bangsa Indonesia patut merasa bangga mempunyai ajaran-ajaran revolusioner dan gagasan-gagasan agung yang telah disumbangkan oleh Bung Karno. Oleh karena itu ajaran-ajaran atau gagasan-gagasan besarnya itu perlu disebarluaskan seluas-luasnya untuk dipelajari dan dihayati oleh sebanyak mungkin orang dari berbagai golongan yang mau berjuang. Ajaran-ajaran revolusioner Bung Karno adalah senjata yang ampuh sekali bagi semua golongan yang mau berjuang melawan ketidakadilan penindasan, dan penghisapan dari semua kalangan reaksioner di Indonesia, dan juga untuk melawan neo-liberalisme. Sari pati atau inti jiwa revolusioner ajaran-ajaran revolusionernya itu dapat digali oleh siapa saja dalam berbagai bukunya, terutama dalam "Dibawah Bendera Revolusi" dan "Revolusi Belum Selesai". Alhasil penulis menyimpulkan bahwa Bung Karno bahwa tugas bangsa ini sekarang ialah bagaimana bangsa ini mampu mencetak pemimpin yang sekaliber dengan Bung Karno? Jawabnya dengan menghidupkan dan menyebarluaskan ajaran Bung Karno dan Pancasila. Karena ketokohan dan karya yang telah beliau torehkan tidak akan berarti apa-apa tanpa bangsa ini mau mengambil pelajaran dari itu semua. Salam Perjuangan, bung..bung!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar