Minggu, 17 Juni 2012

PROF KOMARUDDIN HIDAYAT TENTANG PERKADERAN HMI

Posted on 20 April 2012 by Khoiril
Ada beberapa catatan menarik hasil diskusi saya dengan Prof Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta, dan mantan Ketua Umum HMI Cabang Ciputat.
Topik percakapan adalah mengenai “KRITIK TERHADAP METODE PERKADERAN HMI DAN PENTINGNYA KREATIVITAS DALAM METODE PERKADERAN” …
Pembicaraan ini memungkinkan terjadi dalam beberapa kali kesempatan karena saya setiap minggu syuting beliau untuk acara MOZAIK di Metro TV.
Berikut beberapa catatan dari percakapan kami yang menarik untuk dikemukakan:
( 1 ) Metode perkaderan di HMI memang sudah ada pedoman baku, tetapi pedoman itu akan diuji efektivitasnya oleh kondisi obyektif dalam masyarakat. Misalnya, metode itu akan diuji oleh trend dalam kehidupan dan aktivitas mahasiswa dan trend perkembangan kultural masyarakat. Artinya, metode perkaderan yang baku tanpa dibarengi penguatan kondisional terhadap trend kehidupan dan aktivitas mahasiswa sama artinya dengan memaksakan formula metode perkaderan yang asing untuk calon anggota HMI.
Pak Komar menaruh perhatian terhadap forum MAPERCA agar diperkuat dan ditingkatkan kualitasnya sehingga mahasiswa yang akan direkrut menjadi anggota HMI merasa nyaman dan tidak resisten saat mereka mengikuti LK I. Kegiatan MAPERCA dalam arti proses menurut Pak Komar bisa berdurasi panjang, yaitu melalui pergaulan sehari-hari di kampus dan kemampuan memahami talenta apa yang dimiliki seorang calon kader HMI. Talenta itu bisa berupa semua jenis, baik di bidang keilmuan, kesenian, kegiatan rekreatif, sampai pada bakat-bakat khusus di bidang olahraga.
( 2 ) Mengapa perlu dihadirkan kreativitas yang tinggi dalam mengelola perkaderan HMI, terutama pada fase “MAPERCA yang panjang” dalam perjalanan menuju LK I ?
Ada pendapat Pak Komaruddin Hidayat yang menarik, terutama berbasis pengalaman di UIN Syarief Hidayatullah Jakarta. Menurut beliau, HMI sudah sangat jelas terkait dengan nilai-nilai dasar perjuangan dan aneka tradisi perkaderan lainnya dalam pembentukan insan cita. Tetapi sebaliknya, kondisi kampus dan trend yang berkembang dalam kehidupan mahasiswa justru makin kontemporer dalam pengertian tidak mudah meentukan batas-batas antara “yang klop untuk jadi kader HMI” dan “yang tidak klop.”
Ini artinya, ada pergeseran pada tingkat nilai, sikap, dan perilaku di kalangan mahasiswa yang tidak bisa menerima “pada perjumpaan pertama dengan HMI” sebuah citra keislaman yang mundur, tidak dinamis, ketinggalan jaman, secara kultural tidak gaul, dan bisa jadi dianggap konservatif atau kuno. Pencitraan semacam itu menurut Pak Komar semestinya bisa diubah pada fase proses “MAPERCA yang berlangsung lama.”
Penguatan prakondisi menuju LK I melalui “MAPERCA yang panjang” ini di UIN Syarief Hidayatullah sudah jamak atau lazim dilakukan, sehingga kader yang berhasil diresmikan melalui LK I tidak merasa mendapatkan “lingkungan yang frontal dan susah untuk menyesuaikan diri” ketika mereka resmi menjadi anggota HMI.
Itu artinya, kader-kader baru ini bisa meneruskan dalam mengembangkan talentanya dan HMI sebagai organisasi memberi dukungan terhadap hal itu dan tidak malah menghambatnya.
BERIKUT beberapa sms feedback yang masuk ke hp-ku menanggapi hasil diskusi saya dengan Prof Komaruddin Hidayat:
“Menarik sekali menyimak pendapat Prof Komar. Aku mengalami fase panjang Maperca hampir satu tahun. Kebutuhan mencari, mengetahui, membandingkan, dan meyakiniadalah pertimbangan utama calon kader. Pembumian metode perkaderan lewat “Maperca gaul-ideologis” sepertinya bisa jadi pijakan melangkah bagi HMI ke depan.” (Sms dikirim oleh Bung Ikwan)
“Sebenarnya ini udah aku kupas juga pada waktu aku ngasih materi di Maperca bulan kemarin Mas Win. tanyakan aja adik-adik bahkan aku buatkan survey formulir untuk minat dan bakat dan aku serahkan ke pengurus Komsas. Tergantung adik-adik mau menindaklanjuti apa tidak. Itulah yang jadi pertanyaanku saat ini.” (Sms dikirim Cak Man)
“Mantep Cak Win …”
(Sms dikirim Uncle Jam)
“Salah lihat TV, karena kader HMI sering ikut demo dan bentrok di TV, jadi calon kadernya takut mau gabung HMI. Kalau kadernya banyak muncul di seminar nasional, kader baru merasa butuh gabung di HMI. Aku sudah jadi ortu mahasiswa ngerasa ngeri juga kalo anakku masuk HMI banya bisa demo, gak ada prestasi yg gemilang, apalagi bisa ngebiayai kuliah sendiri kayak aku dulu. Perlu LK I (yang bagus) kayaknya.” (Sms dikirim Mas Pit)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar